Minggu, 02 Oktober 2011

Cerpen; Bergelora Dalam Jiwa




Di jurusan Sastra Inggris UGM, mataku terpana ketika memandang sosok wanita cantik yang menawan. Hati ini tak mampu rasanya memisahkan antara nafsu dan iman. Kemolekannya, parasnya, dan cara berpakaiannya sungguh membuatku tertegun tanpa berbicara. Akan tetapi, imanku bertausyiah “jagalah pandanganmu agar engkau tidak terjerumus kedalam lubang yang salah. Jasad dunia tak akan selamanya membahagiakanmu. Akan tetapi, jasad akhirat akan selalu menjadi jalan pilihanmu. Pilih neraka atau surga !!!”.
Aku sadar akan nasehat gaib yang berdengung di hati ku ini. Akan tetapi, aku masih tak sanggup membelokkan pandanganku dari pada rezeki setan yang sudah ada di depan mata. Mataku melotot bagaikan air yang mengalir tak ada hentinya. Teman ku si Sugeng berkata:
“Gila friend !!, itu cewek seksi banget. Wuu..s, keren men !!, kata sugeng
“Eits...sadar friend, istighfar..?, nanti di akherat matamu ditusuk sama Malaikat, mau nggak”, Aku merespon dengan nada bercanda.
“Walah..?, Sok alim juga kau zal biasanya kerjaanmu mengintip orang mandi”, bercanda.
“Weleh..?, Kox faktanya terbalik sih, bukankah kamu sugeng yang suka ngintip orang mandi?”, Sambil tersenyum.
“Hahahaha....hahaha”, kami tertawa keras tanpa sebab.
Sugeng pun melanjutkan, “Sudah...sudah..sudah !!!, let’s go to our classroom nanti kita terlambat friend”.
“By the way, kita akan belajar diruangan apa sekarang?”, aku bertanya.
                “Oh iya..?. Sebentar aku lihat jadwal dulu”, sambil membongkar isi yang ada dalam tas.
“Waduh zal, jadwal ku di mana ya?...jadi kacau sekarang. Ini pasti karena aku sering berbarengan sama kamu. Jadi penyakit lupamu pindah ke aku, iya kan?”, dia mengoceh sambil tersenyum.
Aku berkata dalam hatiku, “dalam waktu yang sempit seperti ini, masih bisa juga kamu bercanda”, lalu aku pun melanjutkan dengan teriakan keras “AMIEN...yaa..Rabb ..!, mudah-mudahan saja menjadi kenyataan”.
“Eh, aku kan Cuma kidding tadi. Kok kamu menjawab dengan sungguh-sungguh..?, Ia berkata dengan nada biasa.
“Aku juga bercanda kok, tenang saja (sambil tertawa). Eh..tungu sebentar, aku mau melihat jadwal punya ku dulu”, sambil memilah-milah isi yang ada di dalam tas.
“Waduh sugeng, mana ya jadwal ku tadi?. Padahal tadi aku letakkan di dalam sini”, dengan perasaan bingung.
“Coba cari lagi zal, mungkin terselip di dalam bukumu. Coba ceck lagi ya”, kata Sugeng.
“oh iya, ini dia terselip di dalam buku Grammar ku”, sambil melihat jadwal.
“Ini ruangannya, Sugeng. Ruangan Margono 301, pelajaran Listening. Ayo cepetan !!!, kita sudah terlambat 3, 212 menit”, aku mengintruksi waktu sambil bercanda.
“Ayoo..?”, jawab sugeng.
Kegelisahan pun turut menghadiri gurindah hati. tak sanggup kami berpegang pada jiwa yang rapuh ini. Mencari jalan ketenangan dari pada srigala yang akan menghantam. Semakin kami dekati gubuk srigala itu, semakin kencang pula perasaan takut yang menghadiri jiwa kami. Betapa malang nasib tanggap ini, tak dapat menentukkan keamanan dalam sekejap. Kami ragu untuk menyatu ke dalam kandang mewah itu. Tapi apa boleh buat, kami mencoba menaklukkannya.
“ Rizal, masuk tidak ya?. Aku ngeri zal nanti kita disuruh ngapa-ngapain lagi”, kata Sugeng dengan nada sedikit gugup.
“Ya elah, begitu saja takut. Tenang saja friend sekarang ini kan ada aku, hahahaha”, dengan nada agak lebay.
“Ayo kita tos dulu, setelah itu baru kita masuk berbarengan, okey”, sambil menepuk telapak tanganku pada telapak tangannya.
Dengan bunyi lentikkan telapak tangan tadi, telah membuat keberanian kami tumbuh menjadi bunga yang mekar. Rasa takut yang mulanya menggelora dalam jiwa, sedikit demi sedikit menghilang dari sanubari. 
Aku pun mengucap salam dengan keras,” Assalamualaikum...!. Lalu di lanjutkan dengan sugeng yang agak sedikit berbeda bunyinya,”Wa’alaikum salam !”.
“Eh itu salah ?. Apakah Kamu nggak sadar dengan apa yang kamu katakan tadi. Nanti kalau dosennya bertambah marah, bagaimana dengan nasib kita?”, dengan suara lirih dan agak cepat.
“Ya udah iam so sorry okey. I don’t know that you will be angry with me because this problem”, Sugeng minta maaf sambil bergaya menggunakkan bahasa inggris karena dosen sedang  menghampiri kami berdua.
“Sorry childrens, why do you come late?”, kata dosen.
“Sorry sir, because we confuse looking for the schedule”?, aku menjawab mewakili Sugeng.
“How can it happen ?. Do you have schedule ?, dosen marah dengan suara yang agak lembut.
“Oh yes sir, but some time ago we forgot about the number and building’s name of class. So i order to Sugeng to look on his schedule, but no schedule in until he felt confusing. Then, i look my own schedule and  i get it. So, these are our reasions about this coming late”, aku berusaha meyakinkan dosen.
“Ok.Ok..!, but i can’t accept your reasions. Late is late, i don’t care about your reasons !!!. Are you ready getting the punishment ?, kata dosen.
“Ok sir, what a punishment will we get from you ?, Aku bertanya dengan nada tegas tapi bulu kudukku merinding.
“ Ok.., both of you have to  sing a song in front of the class. Can you do it ?.
“ Oh my god, bagaimana bisa aku melakukannya. Sedangkan aku tidak bisa bernyanyi”, aku berkata dalam hati.
Sejenak fikiran ku terbang memikirkan hukuman ini. Rasanya tak sanggup aku melakukan hukuman pertama di kelas ini. Bujukan gaib pun datang menghampiriku dengan jurus-jurus beracunnya yang menggoda. Aku semakin bingung dan bingung, “Apa yang harus kulakukan?”, kata hatiku
“Sugeng, bagaimana dengan hukuman ini, Apakah kamu bisa bernyanyi ?”. aku berbisik dengan sugeng tapi tiba-tiba dosen memotong pembicaraan kami sebelum sugeng selesai menjawab.
“Have you prepared it?”, dengan nada santai.
“Sorry sir i can not sing. Maybe can you give me another punishment ?”, aku berkata dengan semakin gugup. Aku takut jika tawaran ku ditolak.
“Oh yeah !, but what punishment do you want ?”, jawab dosen.
“Dancing, sir. When Sugeng sing a song then i follow it by dancing”.
“Oke..oke.., do it now !”, kata dosen dengan nada yang semakin tegas.
Sugeng pun mulai menyanyi dan aku pun mengikutinya dengan gaya tarian khas yang aku miliki. Aku menari seperti bebek yang disembelih. Teman-teman pun tertawa melihat adegan kami.
Setelah beberapa saat kemudian, hukuman pun telah usai kami lakukan. Akan tetapi, dosen listening itu pun masih juga memarahi kami. Hati ku terasa ganjal sekali akan hal ini. Ingin rasanya aku marah tapi apa boleh buat, aku hanya sekedar murid yang harus tunduk pada seorang guru selama apa yang ia lakukan adalah benar. Aku pun mengambil pelajaran baik dari kejadian ini agar aku harus lebih teliti lagi dengan jadwal dan waktu kuliahku.